REVIEW Indonesia - YOU WERE NEVER REALLY HERE (2018): Joaquin Phoenix is a Hitman



 Tahun 2011 lalu kita dikejutkan oleh film arahannya, film thriller psychologis drama berjudul WE NEED TO TALK ABOUT KEVIN(yang merupakan salah satu film favorit saya juga). Lynne Ramsay secara halus menampilkan kengerian lewat simbol-simbol yang ditampilkannya. Ia tak perlu menujukkan darah atau adegan kekerasan untuk mengatakan kalau filmnya itu merupakan film yang keji dan mengerikan. Ia seolah membuat filmnya berada di level yang berbeda. Tidak lebih baik, tapi berbeda alias unik. Nah, untuk film kandidat Palm D'Or yang diadaptasi dari novel Jonathan Ames berjudul sama Kali ini ia menggandeng Joaquin Phoenix sebagai leading role-nya. YOU WERE NEVER REALLY HERE, sharp, unique, and also entertaining.

 Joe merupakan orang suruhan yang biasa melakukan berbagai tugas yang berbahaya. Suatu waktu Joe mendapat tugas menyelamatkan seorang anak politisi yang diculik dan dijadikan PSK anak, Nina. Sampai akhirnya keadaan menjadi kacau dan berbahaya bukan hanya baginya tapi juga bagi orang yang dikenalnya, hingga motif Joe yang perlahan menjadi motif personal.

 Sinopsis yang menarik, bukan? Apakah mengingatkan kalian pada LÉON: THE PROFFESIONAL, atau JOHN WICK, atau bahkan TRANSPORTER? Kubur dalam-dalam bayangan kalian, karena film terbaru Lynne Ramsay, YOU WERE NEVER REALLY HERE akan jauh dari film-film tadi. karena meskipun memiliki tema yang sama tapi film ini akan jauh berbeda.

 Di film ini Lynne Ramsey seolah membuktikan bahwa ia merupakan sutradara yang kredibel dan patut diperhitungkan. Secara kasat mata ia melakukan hal yang sama dengan filmnya yang terakhir disini. Joaquin Phoenix memang bersenjatakan palu tapi adegan kekerasan pada film ini bisa dibilang minim sekali. Film memutuskan memotong-motong adegan seperti itu. Tiap kali Joe memukulkan palu-nya fokus dialihkan pada hal lainnya dan terus seperti itu, meski ada beberapa yang ditampilkan tapi fokusnya terbilang jauh, Karena memang bukan itu maksud dari film ini. Ini tentang bagaimana dunia membuat orang-orang seperti Joe terus berada dalam kegelapan hingga sifat manusianya nyaris hilang. Ia bisa dibilang "manusia" hanya jika ia bersama ibunya. Mereka menonton film besama, bernyanyi dan bercanda seolah Joe memang hanya manusia normal yang menyayangi ibunya.



 Sepanjang film kita akan fokus mengikuti Joe. Pada awal film kita akan bertanya-tanya, siapa orang ini. Ia berjalan pulang ke rumahnya berinteraksi dengan ibunya, lalu kita diperlihatkan ia memiliki bekas luka, kemudian ia mengambil uang dari seseorang dan memutuskan memecatnya, sampai disitu kita terus dibuat bertanya-tanya. Belum lagi flashback-flashback acak yang bersliweran. Mulai dari yang menampikan anak kecil yang disiksa hingga warga sipil yang ditembaki dua tentara. Tidak seperti WE NEED TO TALK ABOUT KEVIN yang meleburkan tiga plotnya dengan begitu rapih dan menghadirkan kesan surprised, plot pada film ini mungkin tidak disukai beberapa orang. Sebagian akan menyukai alur inovatif dan challenging yang dihadirkan Lynne Ramsay dan sisanya akan bingung bahkan menganggap film ini merupakan film yang jelek. wich is itu tidak salah, saya pribadi antara menyukai dan tidak plot yang dihadirkan, terkesan terlalu idealis dan sok pintar (which is itu memang sudah seperti ciri khas film-film festival seperti ini), tapi di beberapa momen film ini tampil menarik apalagi endingnya yang menurut saya benar-benar klimaks. All reveal.



 Fokus pada Joe merupakan pilihan yang tepat. Joaquin Phoenix adalah aktor yang hebat, ia membawakan Joe sebagai pribadi yang kuat di luar tapi sesungguhnya begitu rapuh di dalam. di satu adegan kita melihat kepala pemeran utama kita berada dalam kantung plastik dan di adegan lainnya ia seolah menantang kematiannya sendiri, memasukkan pisau ke mulutnya, mencondongkan kepalanya ke rel kereta api dan lainnya, terus membuat kita penasaran akan apa yang dipikirkan dan sudah dilalui pria berjenggot tebal ini dan ketika kita mengetahuinya kemudian kita akan mengasihaninya. Epik, Joaquin Phoenix memerankannya dengan luar biasa, keputusan yang tepat memilih ia sebagai best actor di Cannes tahun lalu. Di karirnya beberapa tahun belakangan ia seperti sudah menemukan tempatnya. Sangat sulit untuk menerka peran seperti apa lagi yang akan ia mainkan, mengingat kejutan yang selalu diberikannya. Disini juga ada aktris pendatang baru Ekaterina Samsonov. Duetnya dengan Joaquin Phoenix memang tidak akan seperti Jean Reno dan Natalie portman bahkan interaksi karakternya dan Joe sangat singkat tapi entah kenapa setiap ia tampil selalu memunculkan berbagai kesan (positif tentunya) yang menjadi campur aduk. Ada kesan miris, kasihan, hingga takjub.



Overall, Daya tarik film ini tentu saja Joaquin Phoenix. Film ini memang membuat signaturnya bagi Lynne Ramsay semakin kuat di dunia perfilman, tapi sekali lagi, ini bukan film untuk semua orang. Akan ada yang sangat menyukainya dan sisanya akan mencela habis-habisan.

Comments

Recent post