Review Indonesia - MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK (2017)



Kebanyakan orang jika berada di keadaan yang sulit daripada "mendobrak" kita lebih memilih bermain sebagai korban, playing victim, kita hanya bisa mengeluh tapi pasrah dan menyalahkan orang lain. Kita tidak menyukai keadaan itu tapi kita tetap saja memposisikan diri sebagai korban. Untuk apa? Agar ada yang bisa disalahkan, Di dunia yang sialan ini tentu akan lebih baik jika ada sesuatu yang bisa kita salahkan, bukan? Padahal secara langsung kita yang menempatkan diri di situasi seperti itu dengan tidak melakukan apapun karena tidak berdaya dan kita cenderung menyalahkan orang yang lebih memiliki kuasa. Dan Film terbaru Mouly Surya memilih untuk "mendobrak" lewat film terbarunya MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK.

Suatu malam Marlina si wanita janda sebatang kara dan tidak memiliki anak kedatangan pria tak diundang. Si pria itu bermaksud menjarah semua harta benda Marlina. Ya, dia bermaksud. Dia mengatakan itu tepat pada Marlina, Marlina pun diharuskan memperlakukan ia dan teman-temannya layaknya tamu serta membuatkan makan malam bagi mereka, jika ada waktu ia dan teman-temannya akan menidurinya, bergantian. Dengan tenangnya mereka menjarah semua ternak Marlina dan membicarakannya sambil ngopi di hadapan Marlina yang sedang memasak seolah itu kejadian biasa. Apakah Marlina akan pasrah, dan menjadi korban keadaan lagi atau ia akan mendobrak batas?



 Sedari awal film ini langsung mencengkram penontonnya lewat "rampok minta ijin"nya, dan itu baru awalnya karena selanjutnya akan ada banyak peristiwa satir dan aneh yang terjadi. Isu sosial benar-benar di singgung habis-habisan oleh film ini, dan kali ini sang penulis, the greatest Garin Nugroho dan sang sutradara memilih menyampaikannya secara gamblang tapi ada beberapa yang hanya berupa simbol-simbol saja khususnya mengenai gender.

 Bagian satirnya kebanyakan berasal dari para penduduk atas prilaku Marlina, belum lagi beberapa adegan Sindiran terhadap aparat penegak hukum, dan kaum pria. Isu gender juga semakin menguat saat film secara perlahan menempatkan karakter utama wanita yang dari mulanya merupakan korban berubah menjadi pemegang kendali dan menempatkan para prianya menjadi korban. Adegan gore-nya meskipun sedikit tapi cukup membuat bergidik, adegan seksnya juga terlihat cukup nyata untuk ukuran film Indonesia. Film ini dibuat sangat berkelas karena dibuat dengan tehnik yang matang dan serasa internasional.



Film ini di dominasi oleh sinematografi kabupaten Sumba yang berbukit-bukit dan padang rumput yang luas ditambah cuaca yang panas disertai awan dan birunya langit membuat film ini serasa film-film a la western, tapi tokoh utama kita tidak menenteng pistol dan mengenakan celana kulit boho, tapi ia mengenakan baju daerah yang cantik dan menenteng parang kemana-mana, tetapi lagi karakter utama kita akan menaiki kuda membuat film ini terasa sekali westernnya. Hal ini juga didukung dengan penggunaan musiknya yang didominasi oleh alat musik petik, maka dapatlah kita film koboi asal Timur dengan jagoan wanita. Pengambilan angle yang cerdik, serta beberapa wide shot yang memanjakan mata membuat Sinematografi film ini merupakan yang terbaik yang pernah saya tonton so far setelah HAJI BACKPACKER, SALAWAKU dan tentu saja LASKAR PELANGI. Belum lagi tehnik pencahayaan yang dibuat sealami mungkin Membuat saya merasa menyesal atas nama orang-orang yang selalu skeptis pada film Indonesia dan lebih memilih mendongakan kepala di barisan depan hanya untuk menonton film franchise Hollywood, padahal mereka bisa mendapatkan kursi terbaik dengan menonton film ini dan disuguhi pengalaman sinematik terbaik buatan dalam negeri.



Terakhir Para cast melakukan tugasnya baik dimulai dari Egy Fedly yang memancarkan ancaman beserta anak buahnya, kemudian ada Yoga Pratama yang memiliki konfliknya tersendiri hingga dua penumpang truk yang juga melakukan tugasnya dengan baik sebagai penyokong cerita Dan ikut berperan di bagian komedi. Dea Panendra sukses bersaing dengan Marsha Timothy sebagai Supporting role yang berkarakter dan terus memancarkan emosi dan gestur yang luar biasa apik. Karakternya merepresentasikan karakter wanita yang nyaman menjadi korban dari keadaan karena memiliki suami dan ia bermaksud mempertahankannya apapun yang terjadi karena ia butuh sosok yang memberinya status dan sosok untuk disalahkan atas keadaannya. Dan tentu saja Marsha Timothy adalah bintangnya, film ini seakan dibuat khusus untuknya, dari pembawaan karakter, ekspresi hingga emosinya begitu berkarisma. Ia membuat apa yang dilakukan karakternya dapat dimengerti dan membawanya senyata mungkin. Benar-benar penampilan terbaik di 2017 kemarin.



Saya tidak asal saat menyebut film ini merupakan film yang menggebrak tidak hanya perfilman Indonesia tapi juga dunia perfilman secara global. Apalagi setelah film ini bisa diputar di Festival film Cannes. Dari mulai ide cerita, alur, naskah dan karakter semuanya mendobrak pakem-pakem film yang ada. Unsur terbaik dari MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK ini adalah unsur entertain-nya, dimana dengan Pace carita yang cenderung lambat film ini sungguh sangat menghibur. Lewat naskah dari Garin Nugroho, arahan Mouly Surya, serta penampilan dari Marsha Timothy film ini serasa berada di kelas yang berbeda dibanding dengan film Indonesia kebanyakan.

Bagi yang tidak sempat nonton di bioskop, film ini juga hadir di HOOQ.

Comments

  1. Belum sempat nonton nya. Tapi dari beberapa info dari temen temen film ini recomennded buat ditonton. di tambah ada riview dari Agan yang satu ini. thank ya Gan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama

      Ini Very recommended, deh. Yaa kali-kali lah nonton film Indonesia yang gak mainstream. Bukan di Indonesia aja sih, bahkan di dunia perfilman film ini anti mainstream banget.

      Delete

Post a Comment

Recent post