REVIEW Indonesia - LOVELESS (2017): Dingin dan gersangnya hidup tanpa cinta



 Zhenya dan Boris adalah sepasang suami istri yang akan segera bercerai. Saat keduanya sibuk dengan pasangan baru mereka masing-masing, tanpa diduga anak satu-satunya mereka yaitu Alyosha hilang. Mereka berdua pun mencarinya, dibantu dengan para relawan setelah polisi bersikap tak peduli.

 That's it. Secara garis besar memang hanya itulah jalan ceritanya karena jika saya melanjutkannya beberapa kalimat lagi saja kalian akan tau keseluruhan ceritanya. I mean it, Really. Andrey Zvyagintsev sepertinya sengaja membuatnya demikian agar film lebih fokus pada inti konfliknya. Sedari awal kita sudah diberi tau apa konflik utamanya dengan statement dari Zhenya saat ia memperlihatkan rumahnya yang akan dijual pada pembelinya bahwa mereka akan bercerai, dan disana ada pula Alyosha yang nampak tidak senang, dari sana kita dapat dengan mudah mengetahui point yang ingin disampaikan oleh film ini yaitu tentu saja "korban utama dari perceraian adalah anak"(masa sih?!!).




 Film ini benar-benar menggambarkan masalah keluarga muda di zaman modern saat ini. Beberapa isu seperti soal manusia dan sosial media pun ikut dibahas. Disadari atau tidak, sosial media membuat kehidupan nyata kita nampak selalu kurang sehingga kita selalu berlomba-lomba mencapai kesempurnaan hidup, padahal kita sudah mengetahui jika rumput tetangga selalu lebih hijau, yang berarti kesempurnaan hidup itu tergantung dari bagaimana kita menyikapinya, sehingga kita semua pun menjadi social climber. Beberapa kali kita akan diperlihatkan betapa majunya kota yang ditinggali Boris dan Zhenya tetapi disaat yang bersamaan orang-orang disana cendrung bersifat individualis bahkan nyaris tidak ada yang tersenyum di sepanjang film seolah mengisyaratkan zaman menggerus kemanusiaan. Belum lagi jika membahas sindirian-sindiran Andrei mengenai pemerintahan Rusia dan kepolisiannya.



 Dua karakter utama kita merupakan contoh orang tua modern kontemporer yang tidak kompeten. Dalam mendidik Salah satunya lebih memilih kata-kata kasar dan yang satunya lebih memilih dengan kekerasan. Mereka juga cenderung tidak perhatian pada anak mereka dan lebih mengutamakan kebencian antara satu sama lain sehingga bukan mustahil jika si anak merasa tidak diinginkan. Ketika bercerai orang tua pada umumnya akan memperebutkan hak asuh, tidak demikian dengan Zhenya dan Boris yang malah saling tuding untuk mengurus Alyosha kelak, bahkan ada gagasan untuk menyerahkan Alyosha ke panti asuhan saja. Dan keinginan merekapun terwujud. Alyosha, menghilang. Lebih parahnya lagi total ia sudah hilang selama dua hari dan mereka baru menyadarinya karena mereka terlalu sibuk dengan kekasih baru masing-masing untuk mempersiapkan masa depan mereka. Dan tentu saja mereka saling menyalahkan.

 Di adegan pembuka kita akan melihlat Alyosha yang baru pulang sekolah kemudian berjalan-jalan di hutan sembari bermain-main dengan Police tape yang diikatkan ke ranting. Dari sana kita mengetahui, Alyosha mengulur waktu untuk pulang kerumahnya. LOVELESS merupakan gambaran nyata rasa depresi seorang anak dalam kondisi orangtua yang akan berpisah. Film ini merupakan gambaran yang sangat nyata tentang apa yang sering kali terjadi pada masyarakat urban zaman sekarang. Rasa sedih, tidak diinginkan dan tidak dipedulikan merupakan emosi yang berhasil dihadirkan dengan apik dalam film ini. Jelas ini merupakan cambuk pada banyak orangtua bahwa yang paling dibutuhkan anak adalah kasih sayang dan perhatian. Sebagai orang tua hendaklah mengutamakan kepentingan anak daripada ambisi pribadi (betul apa betul, jamaah?).



 Film ini bertempo sedang. Satu-satunya referensi saya yaitu LEVIATHAN, film Andrei yang juga dinominasikan best foreign language film pada 2014 di ajang oscar. Kurang lebih gaya penceritaannya sama, Sedikit lambat tapi memikat. Andrei menggunakan gaya penceritaan yang tidak terburu-buru, tidak rumit, namun tetap menchallenge pola pikir penontonnya. Setiap momen yang dihadirkan selalu mengundang kajian pribadi. Bahkan setiap gambar yang nampak seperti simbol-simbol juga ditampilkan guna menyampaikan pesan-pesan tertentu. LOVELESS merupakan film yang sulit dicerna jika kalian dalam mood yang tidak bagus. Nuansanya juga kurang lebih sama. Dingin, gelap, gersang. Dan sekali lagi sinematografi filmnya kali ini juga indah. yang spesial dari tangkapan Mikhael Krichman, tapi ada yang istimewa dari caranya memperlakukan objek yang hendak ditampilkannya sehingga membuatnya nampak begitu berpuisi. Dari dingin dan gersangnya kota Moscow, retakan-retakan pohon, hingga cat mengelupas di bangunan tua. Semua itu nampak indah dipandang mata. Kita tentunya ingin mengetahui alasan yang menyebabkan mereka bercerai. Namun kita tidak akan melihat flashback-flashback yang bertebaran disini karena para tokohnya akan mengungkapkannya sendiri secara blak-blakan. Mungkin ini cara yang ampuh, tetapi nampak kurang realistis karena seringnya mereka melontarkan atau menceritakan masa lalunya begitu saja tanpa ada yang bertanya. Mereka seolah "curhat tanpa diminta". Bahkan kita tidak akan menanggapi orang yang yang suka curhat seenaknya secara menyenangkan, bukan? Meskipun konteksnya berbeda tapi kesan yang didapatkan sama. Beberapa dari kalian akan merasa terbantu untuk memahami konflik dalam ceritanya tapi beberapa dari kalian akan merasa terganggu dan akan lebih setuju jika Andrey Zvyagintsev menggunakan adegan flashback saja.

 Hal tadi berdampak pada keefektifan naskah, sekali lagi, beberapa dari kalian akan menyukainya dan beberapa dari kalian akan merasa terganggu. Beberapa point akan dengan mudah kita tangkap tapi beberapa lainnya khususnya hal yang berupa simbolik akan begitu sulit dipahami. Alur pada film ini cenderung lancar, dari paruh awal hingga konflik puncak atau menjelang akhir. Nah, dibagian menjelang akhir sayangnya Andrei seperti kebingungan mau memasukkan konflik apa lagi sehingga ia memutuskan untuk tetap pada adegan "mencari Alyossa" hingga muncul konflik akhir. Seharusnya ia memasukkan beberapa hal lagi atau untuk menguatkan endingnya bukannya mengulur waktu sehingga durasi akan terkesan molor, atau lebih baik di potong saja.

 Untungnya para Cast tidak ada yang bermain buruk. Si kecil Matvey Novikov benar-benar merupakan calon bintang peran masa depan. Meskipun singkat ia dapat membuat kita terkesan dan bersimpati pada karakter Alyosha. Adegan saat ia menjerit sunyi benar-benar potret yang mengerikan bagi kelompok peduli anak atau kita semua yang merasakan sakit seorang anak yang menanggung tragedi. Lalu sosok ayah bernama Boris, lelaki serba salah yang dihantui oleh ketakutan diberhentikan dari pekerjaan jika ketahuan bercerai, selain itu kekasihnya yang sedang hamil besar. Rasa bingung, rasa bersalah, dan penyesalannya dapat digambarkan dengan baik oleh Aleksey Rozin. Dan tentu saja Maryana Spivak adalah bintangnya. Zhenya adalah pribadi yang mandiri dan kuat, Cenderung menjunjung tinggi feminisme. Emosinya saat ia sedang berargumen dengan Boris atau begitu nyamannya ia saat sedang bersama kekasih barunya atau tumpahan emosi dan penyesalannya saat ia kehilangan anaknya benar-benar ditampilkan secara memukau oleh Maryana Spivak.



 LOVELESS merupakan film yang thrilling secara emosi. Tiap momen yang dihadirkan selalu mengusik nurani dan kemanusiaan kita, khususnya bagaimana kita memperlakukan anak atau satu sama lain. Kekurangan di naskah dan di alur menjelang konflik puncak secara dramatis termaafkan oleh kinerja para Castnya yang tampil memukau menampilkan dan merepresentasikan naskah garapan Oleg Negin dan Andrey Zvyagintsev. Ini memang bukan drama satir epik seperti LEVIATHAN, tapi tentu saja ini tetap film yang mengganggu, penuh sindiran sosial, tetapi merupakan film yang harus ada. Dan konflikny pun related dengan kehidupan nyata saat ini. Apakah Boris dan Zhenya jadi bercerai? Sesungguhnya bukan itu poin yang ingin disampaikan Andrey Zvyagintsev, ini tipe yang "kau akan merasakan sesuatu itu penting saat kau kehilangannya.", namun jika seperti itu apakah kita harus kehilangan sesuatu agar kita lebih menghargainya?

Comments

Post a Comment

Recent post