Review - GREEN BOOK (2018): Bicara rasisme dengan konsep road movie


Film mengenai rasisme sepertinya memang akan selalu muncul setiap tahun dan bukan hal yang mengagetkan kalau film-film seperti itu bisa menyapu bersih awards season. Setelah BLACKKKLANSMAN menjadi hit di pertengahan 2018, Award season kali ini masih memiliki film dengan visi serupa. Dan kali ini Sutradara Peter Ferrely cukup memancing atensi dengan film Drama komedinya, GREEN BOOK.

 Berdasarkan kisah nyata di tahun 1962 di New York, Tony Lip membutuhkan pekerjaan setelah club tempat dia bekerja sedang direnovasi. Telpon pun berdering, seorang "dokter" bernama Donald Shirley membutuhkan seorang supir untuk mengantarnya ke beberapa kota di deep south of Amerika yang kalian tau apa yang akan terjadi pada orang kulit hitam seperti Donald disana. Ya, Donald adalah seorang kulit hitam dan ia bukanlah seorang dokter melainkan seorang pianis terhebat saat itu. Seorang kulit putih menjadi supir sekaligus asisten dari seorang "negro" di tahun 1960-an? Sounds fun. Bukannya tanpa alasan, Tony direkomendasikan banyak orang yang Donald kenal karena kepiawaiannya mengatasi masalah, dan Donald berpikiran Tony akan dapat mengatasi masalah yang pasti ia hadapi nanti. Awalnya Tony menolak karena selain ia harus berpisah dari anak dan istri tercintanya selama hampir dua bulan dan terancam melewatkan malam natal bersama ia juga tidak mau menjadi "kacung" seorang kulit hitam. Namun sang istri memberi ijinnya ditambah Donald bersedia membayar Tony lebih. Jadi, dimulailah petualang Tony dan Donald membelah Amerika.


 Mudah untuk mengabaikan kesederhanaan Green Book dengan cara yang dilakukan kebanyakan orang dengan cara yang sama dan tidak adil ketika HIDDEN FIGURES broje out di tahun 2016, merangkak dengan langkah lebar yang digunakan untuk menceritakan kisah nyata yang teramat vital. Tetapi ada kebutuhan dalam menggunakan film dengan skala ini untuk menciptakan kembali suasana pada waktu yang tidak terlalu lama berlalu ketika orang kulit hitam secara langsung maupun tidak direndahkan dan tidak dimanusiawikan dengan cara yang dijunjung tinggi oleh hukum. Ya, ini adalah hiburan yang diadakan di khalayak luas dan dibangun dengan cara yang paling mudah dicerna tetapi tetap menunaikan tujuannya yang signifikan untuk mengingatkan para kulit putih tentang kesulitan yang dihadapi oleh mereka yang berkulit berwarna pada masa sebelum tahun 80'an. Pada awal film kita diperlihatkan Tony melakukan tindakan yang cukup rasis yaitu membuang gelas bekas minum dua orang pekerja pipa yang berkulit hitam yang bekerja di rumahnya. Sebuah andegan pembuka yang menetapkan pandangan serta pendapat dari karakter utama mengani sebuah isu yang dalam hal ini adalah rasial. Sudah jelas kita berada di jalan menuju sebuah redemption tetapi ini merupakan proses yang lambat dengan kesan menggurui yang tampaknya bagi mereka yang sudah aware tidak perlu lagi diingatkan akan hal demikian, sangat penting bagi seseorang seperti Tony untuk melihat secara langsung penghinaan yang dihadapi oleh Donald. Misalnya, Donald adalah bintang utama di sebuah acara, namun alih-alih mendapatkan best hospitality layaknya seorang musisi hebat yang akan manggung, ia bahkan hanya boleh buang air di toilet yang sudah disediakan di luar gedung. Bahkan saat Tony yang notabene adalah supir tidur di sebuah hotel yang cukup mewah, Donald malah ditempatkan di sebuah motel kumuh khusus orang kulit berwarna. Rasisme mungkin sudah jauh sangat berkurang, bahkan di Indonesia namun hal-hal seperti ini memang harus terus diingatkan guna terus meningkatkan toleransi bukan hanya masalah ras tetapi juga Agama dan keputusan masing-masing orang. Tidak dapat dipungkiri ini merupakan hal yang enraging tetapi ultimately ada pesona untuk melihat kedua orang itu menjadi semakin dekat dan melihat Tony kemudian menolak pandangan yang pernah ia miliki. Menarik saat film ternyata telah bermetamorfosa sedemikian rupa dari mulai konflik hingga motif karakter utama. Di pertengahan film kita dapat melihat dengan jelas kalau tujuan Tony bukan lagi semata-mata uang melainkan lebih ke bangga karena menjadi supir dari seorang seniman hebat dan dapat menjadi sahabat yang berguna dan memberi manfaat psikologis satu sama lain dengan Donald. Ada semacam revelation di tengah-tengah film yang menambahkan lapisan tambahan untuk karakter Donald tetapi ditangani dengan penanganan yang cukup sederhana, referensi yang diredam pada perasaan yang akan dituntaskan kemudian dalam film. 


 Peter Farrelly, yang begitu terbiasa mengatur reaksi penonton yang ekstrem dengan komedinya, menunjukkan bahwa ia juga tidak hanya mahir dengan momen-momen lucu di Green Book tetapi juga ketukan dramatis yang lebih tenang. Naskah pun dibuat tidak terkesan terlalu mengemis atensi lewat joke-jokenya yang kadang dilempar di saat yang kurang tepat, justru dengan begitu film menjaga elemen realisnya tetap terjaga meskipun beberapa joke terasa miss. 

 Dan para cast melakukan tugasnya dengan cukup gemilang. Kalian tidak akan melihat lagi sosok Aragorn dalam diri Viggo Mortensen kali ini, disini kalian malah akan mendapatkan bajingan tidak tau aturan yang rasis dan hanya peduli dengan uang. Namun transisi dan perkembangan karakternya akan membuat kalian terpukau dikarenakan kepiawaiannya sehingga membuat transisi itu terasa mulus tanpa mengubah jati dirinya sepenuhnya. Sementara Mahersala Ali seakan semakin mengukuhkan dirinya sejak kemenangannya dua tahun lalu. Perannya di MOONLIGHT memang luar biasa hingga membuatnya memenangkan Oscar, namun penampilannya di film ini seakan membuat penampilannya di film tersebut terlihat tidak ada apa-apanya. Dia berhasil mengekspresikan perasaan insecure disamping tetap menjaga ketenangan dan keanggunan dalam konflik internal dan eksternal yang dialami karakternya.


 Overall, GREEN BOOK adalah sebuah study karakter yang menarik dan tentunya sangat menghibur baik di sisi komedi maupun drama bahkan tema yang diangkatnya. Naskah yang sedikit miss tidak membuat film ini kehilangan power untuk mendeliver pesan yang ingin disampaikannya. Lewat tangan Peter Ferrely GREEN BOOK menjadi suatu tontonan yang meskipun mengankat tema yang sudah mulai katakanlah klise menjadi fresh kembali dengan cerita yang sangat menarik. Diperankan oleh aktor-aktor yang luar biasa semakin membuat kesempurnaan dalan film ini.

Comments

Recent post