Inilah mengapa film Marvel selalu lebih unggul dari film DC

Sudah bukan berita baru bahwa Marvel sudah menjadi raja dari film yang diangkat dari komik sejak dirilisnya Iron Man 2008 lalu. Setelah kesuksesan film itu, hampir semua film Marvel berada di puncak box office setidaknya di minggu pertama perilisannya. Bahkan beberapa film meraih gelar film dengan pendapatan tertinggi sepanjang masa. Berkaca dari kesuksesan Marvel studio dan kesuksesan film-filmnya di masa lalu seperti Superman series dan trilogy The Dark Knight, DC comics beserta Warner Bros. studio mencoba peruntungannya. Film superman terbaru kala itu, Man Of Steel pun diniatkan menjadi awal waralaba DC mengikuti waralaba Marvel yang diawali Iron Man. Meski awalnya tidak diniatkan menjadi sebuah Franchise toh akhirnya DC bisa dikatakan berhasil merilis beberapa film yang saling bertautan. Namun Sayang kebanyakan film superhero yang mereka rilis mendapatkan kritikan pedas dari reviewer film maupun fans. Untungnya dari segi pendapatan film ini tidak pernah dikatakan rugi. Lalu apa sih kesalahan dari DC sehingga selalu kalah dari Marvel di bioskop?


1. Sabar dalam hal pembangunan karakter dan bahan cerita
Sebuah bangunan bisa kuat jika fondasinya juga kuat, prinsip itulah yang diterapkan oleh Kevin Feige pelaku bos Marvel Studio. Itulah sebabnya Marvel dengan sabar merilis empat film solo terlebih dahulu sebelum merilis film ambisius pertama mereka, The Avengers. Bahkan mereka membuat kita terkejut dengan betapa kuatnya Avengers Infinity War karena film itu membahas seluruh aspek dalam semua film Marvel dan menjadikannya mudah dimengerti dan begitu dahsyat. Hal berbeda dilakukan Rivalnya DC, baru merilis dua film solo dan satu film gabungan DC dan Warner Bros. sudah berani merilis Justice League dengan tiga karakter yang bisa dikatakan masih kosong dalam hal karakterisasi. Diawali dengan menjanjikan oleh Man Of Steel kemudian dengan sedikit aneh oleh Superman bertemu Batman bertemu Wonder Woman kemudian dengan bodohnya mereka merilis Suicide Squad terlebih dahulu yang tidak ada satu pun aspek dalam film itu dibahas oleh Justice League. Dan film terakhirnya itu mengalami banyak masalah, dari mulai CGI memalukan untuk menghapus kumis hingga penggantian sutradara yang memiliki gaya yang sangat bertolak belakang.

2. Percaya penuh pada sutradara
Marvel studio dan Disney tau betul betapa berartinya percaya pada sutradara mereka. Perusahaan mereka yang dalam hal ini Disney pada dasarnya memiliki semacam buku panduan membuat film yang harus para sutradara mereka ikuti. Tapi dari hal itu para kreatif di divisi Marvel Studio bisa mencari hal-hal yang dikira cocok tanpa mengorbankan gaya dan idealisme mereka para sutradara. Kita bisa melihatnya dari Trilogi Captain America, Doctor Strange, dan Ant-man. Mereka menempatkan setiap film menjadi satu kesatuan film yang utuh. Film yang menyenangkan adalah film yang aktif di segala sisi dari mulai emosi, drama hingga komedi. Mereka membuat film Captain America menjadi penggerak di sisi drama dan emosi itulah kenapa mereka memakai Russo Brother, dan menjadikan Ant-man sebagai pencerah suasana itulah mengapa mereka memakai wrotpki. Mereka menerapkan aturan Disney tapi tetap menghargai gagasan dan idealisme para sutradara sehingga para sutradara dapat lebih enjoy dan maksimal dalam bekerja.
Ada alasannya mengapa Marvel tetap mengharuskan para sutradaranya untuk tetap berada dalam parameter yang pasti menguntungkan. 2008 lalu, Marvel tersandung ke dalam formula ajaib dari drama, komedi, dan aksi yang membuat mereka dijunjung tinggi dan mendapatkan banyak uang, dan mereka terus menggunakan formula itu hingga sumur yang menampungnya kering. Itulah sebabnya film Marvel bermain sangat seragam dari segi tema dan plot. Formula ini menjaga agar kritikus senang tapi tetap menghasilan uang.
Sedangkan Warner Bros. selalu harus terlibat dalam setiap proyek "anak" mereka. Dalam Hal ini DCEU menyerahkan dua mega proyek mereka pada Zack Snyder. Saat penonton mulai "terbiasa" dengan formula Snyder Warner Bros. secara paksa merebut kendali bahkan sebelum ia punya kesempatan membuktikan dirinya. Dan akhirnya kita mendapat Justice League yang luar biasa mengejutkan. Hal sama juga dilakukannya pada David Ayer dan Suicide Squadnya. Hal ini menyebabkan dua film itu serba tidak maksimal. Di satu sisi Warner Bros. ingin memperhatikan permintaan pasar tapi mereka tidak mau ambil resiko dengan memasukkan idealisme para sutradaranya yang mungkin saja dapat meningkatkan kualitas filmnya. Padahal mereka seharusnya dapat belajar dari Wonder Woman, mereka menyerahkan kendali sepenuhnya pada Patty Jenkins dan film itu sukses bukan hanya menjadi yang terbaik di DCEU dari segi kritik dan komersil tetapi juga lebih baik dari film-film Marvel sekalipun.

3. Fokus pada keinginan penonton
Tangan Kreatif Zack Snyder membawa kita pada poin lainnya mengenai apa yang MCU lakukan benar. Marvel selalu berjalan dengan interpretasi yang populer dan mainstream mengenai sebuah karakter ketika akan diangkat ke layar lebar. Iron Man di layar lebar adalah seorang jutawan paruh baya, playboy dan seorang philanthropist dan bukannya superhero wanita remaja jenius sociopath yang galau seperti dalam komiknya yang terbaru. Serupa dengan hal itu, di layar lebar Captain America adalah seorang berpikiran bebas, patriot yang dicintai, dan bukannya Captain America yang nampak menyukai peperangan dan sekutu Nazi seperti dalam beberapa edisi komiknya. Memilih persona superhero yang paling ikonik dan menyingkirkan interpretasi aneh yang ada dalam komik adalah hal yang paling vital mengapa film-film Marvel lebih mudah diterima. Inilah juga sebabnya mengapa film seperti Batman v Superman tidak akur dengan para fans.
Poin sebelumnya saya menyebutkan jika publisher seharusnya membiarkan dan percaya sepenuhnya pada sutradara. Tapi publisher harus juga tau apakah pekerjaan sutradara mereka disukai atau tidak. Dalam hal ini Warner Bros. mencoba berani dengan sedikit berjudi dengan membiarkan Zack Snyder menerapkan seluruh ide, gaya artistik dan visinya untuk cerita Superman. Pendekatan yang cukup menggebrak di Man of Steel, sebuah film yang, sekaligus berani dan begitu orignal, membuat kebanyakan penonton merasa asing dengan Superman dan memecah belah para kritikus menjadi dua kubu. Singkatnya, film itu tidak bermain cantik, film itu fokus pada pengekspresian suatu ide yang sangat berbeda dari Marvel. Mencoba untuk tidak disebut Copycat. Tapi tetap saja, film itu menghasilkan banyak keuntungan membuat Warner Bros. tetapi mendukung kreativitas Snyder yang bebas dan mempercayakan proyek ambisius mereka di tangannya. Tapi tentu saja saat cara yang sama diterapkan untuk sesuatu yang lebih besar hasilnya akan sangat rentan. Dan kita sama-sama tau hasilnya, Batman v Superman: Dawn of Justice di bombardir oleh kritikus dan nyaris membuat Warner Bros mengalami kerugian, Warner Bros. menyadari kesalahan itu dengan caranya sendiri. Sedangkan Marvel terus belajar dari kesalahannya. Saat Thor kurang memuaskan mereka mengganti sutradaranya, The Dark World kurang memuaskan mereka menggantinya lagi, hingga mereka mendapatkan Ragnarok yang ringan tapi menyenangkan. Inilah sebabnya mengapa Marvel tidak pernah memprioritaskan artistik, mereka lebih fokus pada penjualan tiket oleh penonton yang ekspektasinya terpenuhi. Saat akan menonton film Marvel mereka akan tau apa yang akan mereka tonton dan sudah dapat memperkirakan kualitas dan pengalaman yang akan mereka dapatkan, film dengan kualitas rendah yang menyenangkan, atau kalau sedang beruntung mereka akan menonton sesuatu yang lebih seperti Winter Soldier.
4. Tetap yakin pada materi awal
Snyder memilih pahlawan DC paling Iconic, Superman dan Batman, namun sayangnya ketimbang membuat fans bertemu dengan pahlawannya, fans justru malah bertemu orang lain. Di Man of Steel, Superman mematahkan leher Zod dan menghancurkan persepsi umum bahwasanya Superman menjunjung tinggi kehidupan diatas segalanya. Kemudian di BvS, Snyder membuat kita melihat jika Batman dapat menjadi seorang pembunuh orang yang ia anggap mengancam idealisme dan kepentingannya. Kedua Penerjemahan ini mengambil sisi gelap dari Superhero dan menggunakan pengarahan yang asing yang justru membuat marah kebanyakan fans.

5. Keterikatan antar film
Menariknya, Warner Bros. sudah memutuskan untuk tidak mengikuti formula itu. Mereka memilih membuat semesta yang berbeda dengan semesta TV seriesnya meskipun TV series DC sebenarnya sangat sukses baik dari segi kritik maupun fans. Padahal mereka bisa saja melanjutkan DCEU dari TV seriesnya yang materi ceritanya sudah sangat kuat. Bahkan dengan cara itu kita mungkin akan bisa melihat superhero keren macam Arrow, Supergirl, Hawkgirl, dan masih banyak lagi di layar lebar. Namun sayangnya Warner Bros. tidak melakukan itu, itulah sebabnya kita memiliki dua flash dan dua superman. Hal itu akan sangat membingungkan bagi penonton awam.
Hal besar lainnya yang MCU lakukan benar adalah bagaimana mereka terus membuat keterikatan di setiap film yang mereka rilis. Hulk punya alasan jelas mengapa ia hadir di Thor: Ragnarok, Black Widow memberikan tujuan yang jelas di Captain America: The Winter Soldier, bahkan kehadiran singkat Falcon di Ant-Man memberikan konklusi yang jelas untuk kehadiran Antman di Civil War. Hal-hal seperti Tesseract juga terus menjadi bahasan demi menyongsong Avengers agar tampil lebih kuat, hal yang sama juga dilakukan film-film Marvel setelah Avengers untuk memperkuat cerita di Infinity war, sehingga meskipun Infinity War tampil sesak tapi kita tidak perlu bersusah payah mencerna ceritanya karena kita tau betul apa yang terjadi sehingga Marvel tidak akan ragu membuat proyek film dengan cast yang banyak dan materi cerita yang banyak pula. Sama halnya ketika sebuah plot line dari sebuah film MCU membuat hubungan dengan film lain, film itu tidak akan terasa seperti ikatan yang longgar. Justru, itu akan terasa seperti sebuah efek domino yang terus bertautan hingga akhir. DCEU sepertinya belum mengerti betul tentang ini.
Ketika adegan awal BvS kita diperlihatkan mengenai keterikatannya dengan cukup baik, menggunakan peristiwa terakhir dari Man of Steel sebagai katalisator bagi plot BvS, film ini kemudian membuang hal masuk akal dan memutuskan bahwa Bruce Wayne membenci Superman. Serupa dengan hal itu Suicide Squad juga tidak menjadi musuh dari Justice League seperti seharusnya. Menjadikan film itu serasa mengganjal ditengah-tengah dinding Justice League dan BvS. Setiap film DCEU sejauh ini masih serasa seperti film yang berdiri masing-masing. Dan jika Marvel punya banyak hal sebagai bahan agar film-filmnya bertautan, DCEU hanya memiliki kapal Krypton milik Zod yang terus menjadi bahasan.
6. Memasukan superhero TV universe ke dalam waralaba
Berbicara mengenai interkoneksi semesta, Marvel TV series sedang berusaha menyamai kualitas filmnya. Marvel TV series berguna untuk lebih mengembangkan dan merinci setiap bahan meterial dan Properti Marvel. Itu artinya Agents of Shield, Inhumans, dan Netflix series seperti Daredevil, Iron Fist, dan lainnya, semua TV series itu masih menggunakan narasi yang sama di samping filmnya seperti Tony Stark dan Steve Rogers. Bahkan meskipun jarang terkesan bertautan TV series Marvel menyajikan pengalaman menonton film agar tetap membekas meskipun kita sudah keluar dari bioskop. Karena saat kita masih ingin tetap di dunia MCU kita bisa menyalakan TV atau streaming di Handphone.

7. Spoiler

Tidak ada yang lebih jahat dari seorang Spoiler. Semua taktik promosi Marvel dari mulai Trailer hingga poster berusaha sebisa mungkin untuk menhindari kebocoran cerita. DCEU sepertinya tidak terlalu memperdulikan hal ini. Justice league memiliki setidaknya lima trailer. Dari semua itu tidak ada superman sama sekali, tapi semua itu sia-sia saat tim marketing Warner Bros. dengan bodohnya menempatkan Superman di tengah poster Justice League bersanding dengan Batman Cs.
Semoga saja kedepannya DCEU akan tampil lebih baik lagi. Sebenarnya mereka tidak perlu juga mengikuti Marvel atau MCU, tapi setidaknya kualitas cerita harus ditingkatkan. Inti dari sebuah film adalah cerita.

Comments

Recent post