Review - CAPTAIN MARVEL (2019): Hanya film Marvel kebanyakan


Wanita, diawal sejarah peradaban terus berusaha memainkan peran besar di dunia ini dengan segala kekurangan kekuatan fisik dan kekurangan mengolah emosi dan logika menjadikan wanita selalu dianggap makhluk kelas dua. Dijadikan simbol kejayaan, dan objek seksual. Sejarah pun tak henti mengisahkan para wanita yang menentang dan berhasil merobohkan statement tersebut seperti Cleopatra, Kartini, dan... Wonder Woman. Nah, di tahun 2019, MCU yang semakin hits, membuka petualangannya dengan superhero Wanita. Diniatkan untuk menyaingi WONDER WOMAN yang karismatik, film ini juga akan menjadi gerbang perang besar para Avengers dan monster yang telah berhasil memusnahkan setengah populasi alam semesta, Thanos.

 Kita akan terbangun di sebuah Planet bernama Hala, Planet metropolitan dimana semacam organisasi keamanan galaxy bernama Kree bermarkas. Adalah wanita bernama Vers yang terbangun karena mimpi buruk yang terus berulang, mimpi yang menjadi kunci masa lalunya (si protagonis memulai perjalanan luar biasa dari kondisi Amnesia? terdengan klise? itu belum apa-apa). Vers adalah bagian dari pasukan bangsa Kree yang dipimpin oleh komandan Yon-Rogg yang sedang dalam peperangan melawan bangsa Skrull, makhluk berupa Goblin penipu yang bisa mengubah wujud menjadi apapun yang mereka lihat (Mystique, is that you?). Sebuah misi pun diberikan kelompok yang beranggotakan lima orang termasuk Vers dan dipimpin oleh Yon-Rogg pun pergi kesebuah tempat yang diyakini menjadi tempat persembunyian para Skrull. Namun misi kacau dan Vers tertangkap. Ia kemudian di bedah pikiran dan ingatannya — memunculkan sesosok wanita yang sangat penting bagi bangsa Skrull, Wanita yang selalu muncul dalam mimpi Vers dan juga memunculkan kenangan yang sama sekali tidak dikenalnya. Saat mencoba melarikan diri ia malah terdampar di planet C-53 alias bumi di tahun 90-an. Ditemani Nick Fury muda yang baru ditemuinya ia pun memutuskan untuk mencari tau dan menemukan wanita tersebut sebelum para Skrull sembari melengkapi puzzle ingatan dan kenangan akan siapa dirinya sebenarnya.


 Apa yang saya sadari setelah menonton film ini adalah, ternyata 10 tahun terakhir ini saya telah dicekoki film-film yang memiliki gaya yang monoton dan nyaris tidak spesial, dan saya menikmatinya. WINTER SOLDIER dan CIVIL WAR mungkin adalah pengecualian, tapi selain dua film itu saya baru sadar bahwa ternyata tidak ada sesuatu yang benar-benar baru dari franchise arahan Kevin Fiege ini. Bahkan BLACK PANTHER sekalipun. Film-film pesaing mereka yaitu DCEU produksi Warner Bros. mungkin secara keseluruhan masih harus banyak berbenah, tapi setelah menyaksikan film CAPTAIN MARVEL ini saya juga tersadarkan bahwa satu hal yang dimiliki mereka dan tidak atau belum dimiliki MCU adalah inovasi. Kita tentu masih ingat bagaimana terkejutnya kita saat tau akan ada film dimana Superman dan Batman akan bertarung sengit dengan visi dan alasan mereka masing-masing. Atau bagaimana alis kita bertemu saat tau akan ada film yang menjadikan kumpulan Villain-nya sebagai sorotan. Atau saat kita tau akan ada film dengan seorang wanita sebagai tokoh utamanya. Meskipun hasilnya berbeda-beda dari sangat memukau hingga sangat hancur tapi mereka masih tetap punya hasrat untuk berinovasi dari invasi ras Atlantis hingga film yang akan datang yang sepertinya akan jadi film komedi keluarga saat MCU masih bermain di zona aman mereka seperti film CAPTAIN MARVEL ini (makanya saya paling nggak setuju saat tau Josh Whedon yang akan menjadi pengarah utama). AVENGERS: ENDGAME bulan depan juga sepertinya masih akan memakai formula yang sama seperti pendahulunya di tahun lalu.



 Marvel sepertinya harus memperlihatkan sesuatu yang benar- benar fresh. Jangan sampai fans yang semakin banyak itu kemudian menjadi bosan menonton film-film Marvel. Untuk sementara, saya pikir itu karena film CAPTAIN MARVEL ini tidak dimaksudkan untuk orang seperti saya, orang-orang yang cenderung secara spiritual sudah sangat bersenang-senang dengan DOCTOR STRANGE, atau patriot idealis yang tidak pernah berhenti terlibat dalam perang, atau gejolak perebutan tahta di daratan Afrika. Mungkin CAPTAIN MARVEL adalah untuk wanita - khususnya, wanita yang telah diingatkan sepanjang hidup mereka bahwa menjadi seorang wanita berarti mereka tidak cukup baik (dalam bekerja), tidak cukup kuat, tidak cukup cepat, dll. - dan perjalanan menemukan jati diri melalui pemulihan-personal yang tidak dirancang, dieksekusi, dan dipoles dengan baik hingga tidak cukup berkilau untuk saya.



 Banyak yang berpendapat bahwa film ini memang diniatkan untuk tidak terlalu "Wah" demi menjaga momentum AVENGERS: ENDGAME. Saya harus tidak setuju dengan pendapat itu, karena kalau memang demikian, sebagai "jembatan" film ini terlalu memakan uang, bukan? Belum lagi akan sangat disayangkan menyianyiakan seorang Brie Larson (meskipun disini ia bermain sangat baik). Mari berharap saja di film yang akan datang di tangan the Russo brothers Captain Marvel akan jauh lebih baik lagi. Meski begitu saya tetap berharap kalau film ini harusnya menjadi film superhero yang saya nantikan semenjak pengumumannya di ComicCon dua tahun lalu. Meskipun film ini bukanlah film MCU terburuk ( Penghargaan itu jatuh pada GUARDIAN GALAXY 2), CAPTAIN MARVEL tetap sangat jauh dari ekspektasi saya. Apa yang telah saya saksikan adalah karya yang membosankan, melelahkan, dan amatir. Tidak ada sesuatu yang baru selain " Eh, Marvel ngerilis film superhero cewek!" bagus, tapi tidak cukup hebat; WONDER WOMAN membuktikan dirinya menjadi sesuatu yang positif, tapi film ini sayangnya tidak.

 Kita tau tujuan Heroine kita yaitu mendapatkan kembali ingatan dan identitasnya namun saat semuanya terungkap tidak ada kenangan milik Carol/Vers yang benar-benar menarik atau berharga selain hubungannya dengan sahabat tercintanya, Maria Rambou. Statusnya sebagai Superhero Marvel terkuat juga seakan dipertanyakan dengan kekuatannya yang hanya bisa melakukan futon yang bahkan tidak bisa membuat musuh terbunuh (f**k you, Disney). Akan ada scene dimana Carol/Vers dari berbagai masa terjatuh kemudian bangkit lagi dan lagi. Momen itu akan sangat emosional jikalau build up karakternya dibuat lebih kuat. Kita tau karakterisasi seperti apa yang ingin ditampilkan film ini yaitu Carol sebelum memiliki kekuatan adalah orang yang dianggap tidak mampu oleh keluarga maupun teman-temannya di akademi. Tapi ia kuat, dan pantang menyerah sehingga ia akan senantiasa bangkit lagi dan lagi, namun sayangnya hal itu kurang ditonjolkan. Sehingga pasti banyak penonton yang tidak mengerti. Jadi, tidak salah jika mengatakan jika film ini sebenarnya punya banyak potensi untuk menjadi film yang lebih baik selain hanya topeng CGI Samuel L. Jackson dan si kucing lucu yang jadi jualan utama.



 Namun disamping semua itu film ini masih memiliki sisi postif. Seperti biasa penampilan Brie Larson begitu meringsek masuk ke karakternya dengan total dan detail meskipun di beberapa scene ia terlihat nampak tidak yakin. Namun, Ia membuat karakter Captain Marvel menjadi karakter Marvel paling kaya emosi dan ekspresi, dari menggemaskan hingga penuh drama kehidupan. ia tidak menyiayiakan statusnya sebagai aktris peraih Oscar pertama yang menjadi protagonis utama di MCU. Samuel L. Jackson juga menyenangkan menebarkan aura positif lewat candaan sarkastik yang terus dilontarkannya. Koneksi antara dia dan Brie pun sangat menyenangkan untuk ditonton. hal lain yang menyenangkan dari film seperti Goose si kucing monster yang terus jafi scene stealer di sepanjang film, bahkan jika kalian tidak suka kucing, setelah menonton film ini pada akhirnya kalian akan begitu. Kemudian tambahkan kesemuanya itu ke anggukan tahun 90-an, seperti Internet dial-up dan prosesor CPU yang sangat lambat dan sebuah soundtrack yang mendendangkan TLC, No Doubt, Garbage dan Elastica, dan kalian telah memiliki perjalanan nostalgia yang menyenangkan, jika kaliab cukup tua untuk mengingat semua itu (including me?). Tapi tentu saja, apa artinya semua kelemahan maupun kelebihan film ini saat AVENGERS: ENDGAME masuk bioskop bulan depan.


 Overall CAPTAIN MARVEL adalah film dengab potensi besar namun duo Anna Boden dan Ryan Fleck seakan menyianyiakan potensi tersebut agar film ini nampak Marvek banget. Mereka seakan memperlihatkan ketidakmampuan mereka mengarahkan film Blockbuster karena bukan zona nyaman mereka. Alih-alih menerapkan gaya mereka yang fresh seperti yang mungkin diharapkan Kevin Fiege mereka justru membuat film ini identik dengan film-film MCU kebanyakan yang trendnya coba diholangkan oleh Ryan Coogler. Backstory yang kurang menarik, action yang mudah terlupakan, hingga terlalu mediocore membuat film ini nyaris berada di lubang hujatan. Karakter Captain Marvel diharapkan akan memainkan peran penting di film paling ditunggu di 2019, AVENGERS: ENDGAME (setelah ia dipanggil oleh Nick Fury pake Pager di post-credits scene), jadi film ini adalah sebuah perkenalan yang... cukup, apalagi bagi yang hanya tau Marvel dari film-filmnya saja, so it's a good jumping off point for newbies. Kemunculannya juga menjadi penyambut bagi kita pada kemungkinan terbukanya alam baru yang berdampingan dengan The Galaxy yang berisi Nova Corps dan para Guardian serta alam Asgard (yang telah hancur). Tapi satu hal yang pasti: Thanos, lu punya masalah, cuy.

Comments

  1. admin numpang promo ya.. :)
    cuma di sini tempat judi online yang aman dan terpecaya di indonesia
    banyak kejutan menanti para temen sekalian
    cuma di sini agent judi online dengan proses cepat kurang dari 2 menit :)
    ayo segera bergabung di fansbetting atau add WA :+855963156245^_^
    F4ns Bett1ng agen judi online aman dan terpercaya
    Jangan ragu, menang berapa pun pasti kami proseskan..
    F4ns Bett1ng

    "JUDI ONLINE|TOGEL ONLINE|TEMBAK IKAN|CASINO|JUDI BOLA|SEMUA LENGKAP HANYA DI : WWw.F4ns Bett1ng.COM

    DAFTAR DAN BERMAIN BERSAMA 1 ID BISA MAIN SEMUA GAMES YUKK>> di add WA : +855963156245^_^

    ReplyDelete

Post a Comment

Recent post