REVIEW Indonesia - ENOUGH SAID (2013): Proses menerima apa yang membuat kita bahagia



"Terkadang pilihan terbaik adalah menerima" kira-kira seperti itulah kutipan dari novel Rectoverso karya Dee Lestari. Menerima, sebuah kata yang cukup universal artinya dan kegunaannya. Menerima kehidupan, takdir, keadaan, dan sebagainya. Karena tak dapat dipungkiri keadaan kita saat ini adalah akibat dari yang kita lakukan di masa lalu, entah itu baik atau buruk. Yup, accepting adalah poin utama dari film arahan Nicole Holofcener yang akan saya bahas kali ini. Enough said, when accepting is the key to make life better.

Diawali dengan pertemuan seorang pemijat wanita bernama Eva dan Albert seorang pria paruh baya di satu pesta yang keduanya sama-sama sudah bercerai dan anak mereka masing-masing akan pergi kuliah hingga keduanya merupakan pribadi yang kesepian. Mereka menemukan diri mereka tertarik satu sama lain pada awalnya. Tetapi kemudian diketahui bahwa langganan pijat Eva dan teman barunya yang juga ditemuinya di pesta yang sama, Marrianne, merupakan mantan istri Albert. Eva pun memutuskan untuk lebih mengenal Albert lewat Marrianne tanpa sepengetahuan keduanya bahwa Eva dan Albert sedang berkencan.



Yup cerita seperti ini boleh dikatakan basi. Tipikal film-film romcom yang bertebaran di pasaran. Tapi kalian akan menemukan hal berbeda dari film ini. Film ini seakan dibuat sedewasa mungkin. Disamping para karakternya yang didominasi oleh pria dan wanita paruh baya konflik yang dibahas pun adalah mengenai rumah tangga, naskahnya juga terkesan tidak dangkal meskipun sekali lagi anda akan merasakan aura romcom yang kental, bukan berarti film romcom itu jelek tentu saja, hanya saja terkadang film tipe ini selalu dipandang sebelah mata dan hanya dijadikan film yang hanya untuk tertawa sesaat dan dilupakan begitu saja.

Naskah dari film ini sangat menarik, membuatnya berada didepan dalam genre seperti ini membuat kita betah berlama-lama dengan karakter-karakter unik ini. Saat mereka berkumpul dan membicarakan sesuatu kita dibuat mengerenyitkan dahi tentang begitu unusual-nya pembicaraan mereka tapi tak dapat dipungkiri kita seakan ingin ikut nimrung dan memberikan komentar. Disini kita mengetahui jika setiap karakter memiliki kekurangan masing-masing. Tapi naskah juga menyumbang minus pada film ini dimana seharusnya dibeberapa bagian seharusnya ia tampil lebih dalam tapi Nicole lebih memilih lebih fokus pada bagian lainnya termasuk bagian humor yang sayangnya selalu miss and hit.



Pada awalnya Eva menerima dan hanya menertawakan saja kekurangan Albert tapi itu perlahan berubah setelah Eva "teracuni" oleh Marrianne dan membuat Albert menjadi kurang nyaman karena dia seakan melihat mantan istrinya lagi lewat tingkah Eva yang suka mengkritik perilaku dan gaya hidupnya persis seperti istrinya dahulu. Disini kita sadar bahwa kita tak perlu sudut pandang orang lain dalam menjalani hidup. Masing-masing dari kita mempunyai sudut pandang berbeda dalam menyikapi suatu hal. Kadang kita hanya harus menerimanya saja. Tentu kita tidak ingin hidup kita bergantung pada pendirian orang lain, kan? Sikap seperti ini juga ditunjukan oleh pasangan lainnya yang yang merupakan teman sejawat Eva, Sarah dan Will, hanya saja konteksnya lebih sederhana yaitu mengenai perilaku ART mereka. Kita seakan diberi gambaran lebih sederhana mengenai film ini lewat dua karakter itu. Yang mana itu merupakan tehnik yang brilian.

Hanya saja alur dari film ini bisa dikatakan terlalu lancar. Dari start sampai finish tidak ada masalah sama sekali hingga muncul kesan terlalu aman dengan menempatkan semua konflik diakhir dan bagian penyelesaiannya hanya dibuat supaya ada saja meskipun tetap terasa manis. Jalan ceritanya sangat tertebak like kita tau semua konflik ini akan bermuara di situ, tinggal keputusan sang penulis apakah endingnya mau seperti ini atau seperti itu. Tapi tentu saja daya tariknya terletak di proses menuju hal tersebut. That's it. Selepas itu anda hanya tidak akan mengalami masalah berarti mengenai film ini.



Last but not least, para cast melakukan tugasnya dengan baik. Eva merupakan karakter yang plin-plan tapi disisi lain dia merupakan wanita yang kuat dan berpikiran terbuka sehingga dia mudah menyerap pemikiran orang lain, termasuk yang negatif dan Julia Louis-Dreyfus menggambarkannya dengan sangat baik dan meyakinkan membuat kita gemas dengan perannya kali ini. Sedangkan karakter Albert akan menjadi karakter yang paling kita kasihani sekaligus cintai, terlihat sekali dibalik fisiknya yang besar brewokan dan gaya hidupnya yang cenderung tak disukai wanita ia sesungguhnya merupakan pribadi yang rapuh, mendamba cinta dan kehidupan yang lebih baik dan James Gandolfini(Rest in peace) berhasil memerankan dengan sangat manis membuat siapa saja ingin berteman dengan Albert, berkunjung kerumahnya, tapi tentu saja kita tidak ingin mengajaknya menonton film. Para cast pendukung dari mulai Toni Collette, Ben Falcone, khususnya Catherine Keener juga melakukan tugasnya dengan baik sebagai penyokong cerita. Dan tiga pemeran mudanya juga berkontribusi positif pada konflik yang dihadirkan, memproyeksikan jika orang tua merupakan figur yang akan selalu dilihat pertama sehingga kita para orangtua tak boleh bersikap sembarangan.

  

Kesimpulannya, Enough said merupakan film yang berhasil. Ibarat makanan ia merupakan camilan yang sangat terasa bumbunya. Memang bukan tontonan yang megah dan cinematik atau bahkan drama yang intens dan penuh pesan moral yang menguji iman bahkan pada awalnya kita akan pesimis dengan ide ceritanya yang pasaran. Tetapi film ini begitu sensitif dalam mengolah isu sosial apalagi di gaya hidup urban masa kini. Good job.

Comments

Recent post