REVIEW Indonesia - A FANTASTIC WOMAN(2017): Saat wanita dilarang berduka



 Rasa senang, marah, tersinggung, duka dan perasaan yang lainnya merupakan hak bagi setiap manusia. Manusia berhak merasakan itu semua. Tapi hirearki masyarakat dari dulu hingga zaman modern seperti saat ini seperti membuat pengecualian bagi beberapa orang. Dunia berubah, manusia berubah, demokrasi mulai marak, dan kebebasan berekspresi harusnya menjadi kewajiban. Dan toleransi menjadi kunci dari perdamaian dunia. Saya rasa tidak berlebihan jika saya mengatakannya demikian. Hal-hal demikian seperti menjadi tema tak tersirat bagi film pemenang oscar tahun 2018 dari Chile, A FANTASTIC WOMAN.

Menceritakan seorang wanita bernama Marina yang kekasihnya baru saja meninggal. Tetapi momen berdukanya seakan terganggu sejak mulai sampai dirumah sakit, kunjungan polisi, hingga perlakuan keluarga kekasihnya yang membuat eksistensi dan identitasnya sebagai wanita mulai dipertanyakan dan mengingatkannya kembali akan kenyataan dimasyarakat mengenai orang seperti dirinya.



 Sejak film dimulai sutradara Sebastián Lelio dengan mudahnya menarik perhatian kita dengan scene menyanyinya Marina. Membuat sinopsis diatas seketika terjelaskan, sehingga dari pertanyaan "mengapa?" berubah menjadi "terus, bagaimana?". Pola penyutradaraan dari Sebastián Lelio sebenarnya cendrung effortless karena dia tau apa yang mau disampaikan dan dia memilih fokus terhadap hal tersebut sehingga kita dapat dengan mudah menangkap apa maksud dari filmnya ini.

 Orang-orang cendrung membenci hal-hal yang dianggapnya tabu, menyimpang, dan menyalahi aturan tanpa memperdulikan bahwa proses menuju hal-hal tersebut tentu saja berat dan penuh pengorbanan. Merekapun cendrung dikucilkan dan secara tidak langsung kehilangan akses menyuarakan pendapatnya. Sehingga benar dan salah sudah tidak berlaku lagi. Apapun yang dikatakan orang yang dianggap sampah akan dianggap sampah, seberapa benar pun hal tersebut. Begitulah kenyataannya, pikir Marina. Mengeluh pun tidak akan ada gunanya karena sekeras apapun ia berteriak, menangis dan menjerit dunia tidak akan berubah.



 Hal diatas seharusnya cukup untuk membuat adegan melodrama, hingga emosional, tetapi Sebastián Lelio memilih untuk menyampaikan konflik lewat dialog-dialog biasa dan permainan ekspresi yang well done. Sehingga film ini menjadi terkesan lebih dewasa dan realistis dalam penyampaiannya. Hal itu juga berpengaruh pada tone cerita dan nuansa pada filmnya itu sendiri.

 Sinematografi dan scoring juga tak kalah menyumbangkan "fitur" pada film ini. Beberapa momen dihadirkan dengan teknik yang meskipun sederhana tapi tetap efektif. Bahkan satu scene seakan menjelaskan bahwa Marina sedang struggling melawan arus yang mengekang dirinya. Dan semua itu dibalut dengan scoring yang meskipun jarang tapi selalu right on the moment, membuat adegan itu seakan berpuisi.



 Dan of course Daniela Vega merupakan ujung tombaknya. Meskipun karakter lain melakukan tugasnya dengan baik tapi film ini dibuat untuk karakter Marina. Sangat unik saat menempatkan karakter macam dia di genre drama yang cendrung depresif seperti ini. Tapi luar biasanya lagi Daniela Vega memerankan karakternya dengan brilliant. Setiap ekspresinya berkata-kata. Dia tidak perlu menangis bombay untuk memberitahu penontonnya bahwa karakternya sedang bersedih, dia tidak perlu berteriak dengan mata melotot untuk memberitahu penontonya bahwa karakternya sedang marah dan kesal. Benar-benar penampilan yang indah. Akan luar biasa lagi jika ia mendapatkan nominasi juga(mengingat Meryl Streep tidak begitu istimewa tahun ini).

 Tetapi sikap film yang terus fokus pada karakter utama menjadi kekurangan juga, Meskipun minor. Disamping karakter lain mudah dilupakan, Sikap seperti ini juga diperburuk dengan pengembangan karakternya yang cenderung tidak memberikan grafik atas keadaan yang dialaminya. Karakternya tetap pada sikap depresif, sedih, tapi tetap menunjukan sikap berani, begitu terus dari awal hingga akhir film. Hal itu juga membuat beberapa momen terasa repetitif.



 Kesimpulannya adalah A FANTASTIC WOMAN menyajikan pengalaman berbeda di genrenya. Pesan dari film naik ke permukaan dengan mudahnya, sekaligus menohok dengan sindiran-sindirannya yang cendrung eksplisit. Tidak salah jika saya menyebut film ini Benar-benar salah satu film yang paling memuaskan tahun ini dan merupakan film yang harus ada. Dan film ini benar-benar rilis diwaktu yang tepat saat isu seperti ini mulai banyak digaungkan. Congrats for the Oscar, by the way.

Comments

Recent post