Review - ROMA (2018): Sebuah masterpiece yang indah

Sesungguhnya kisah dari suatu film, novel, dan teater adalah berdasarkan realita, entah apapun genrenya. Dari yang paling masuk akal seperti drama dan komedi hingga fantasy dan fiksi ilmiah. Kehidupan nyata memiliki semua itu. Sumber mana lagi yang paling menarik untuk menjadi referensi suatu pertunjukkan atau naskah film dan buku selain realita kehidupan itu sendiri? Lalu, apakah kisah hebat harus berdasarkan pada kehidupan seseorang yang hebat pula? Apakah kehidupan kita sebagai manusia "biasa" tidak layak disebut sebagai kisah hebat? Alfonso Cuarón akan menjawabnya lewat film terbarunya setelah film terakhirnya, GRAVITY mengantarkan piala Oscar ke rumahnya.
Cleo adalah seorang pembantu rumah tangga yang kesehariannya bisa dibilang sangat tidak menarik (tentu saja). Dia mencuci, membersihkan, dan merapikan ini itu. Menyiapkan anak-anak majikannya pergi ke sekolah hingga mengasuh anak yang paling kecil. Sang Nyonya rumah, Sofia bukannya tidak peduli atau tidak becus mengurus anak-anaknya, hanya saja ia sedang dalam masa kecemasan akan kehilangan suaminya, Antonio karena si suami suka bepergian hingga berbulan-bulan.
Dilihat sekilas saja kita sudah bisa mengetahui kalau Cleo juga punya andil dalam membesarkan anak-anak majikannya. Lihatlah kala ia menyiapkan anak-anak itu kesekolah. Dengan lembut ia membangunkan setiap anak dengan kata-kata penuh cinta disaat ibu mereka sedang risau akan masalah rumah tangganya. Semua dibuat begitu tepat, air adalah sebuah motif berulang – dari sabun berbusa di opening credits (yang seolah mengisyaratkan kalau pekerjaan wanita tidak akan pernah selesai) ke ketuban pecah yang menjadi gambaran awal dari scene menyakitkan yang kita tidak bisa berpaling darinya hingga diakhiri scene pantai Veracruz yang begitu mengharukan. Kita juga dapat melihat pesawat yang terefleksi di genangan air di awal, begitu jauh dan tak terjangkau, seperti sebuah mimpi untuk melepaskan diri.
Itu seperti tentang sejauh yang saya inginkan dalam menggambarkan plot film ini, seperti yang saya pikirkan ini adalah cerita yang harus dialami beat demi beat sedingin mungkin – bagian terpenting dari ROMA ialah bahwa kita sedang menyaksikan kehidupan rutin dari keluarga ini secara berurutan. Film ini dimainkan dengan cara yang serealistis mungkin, dengan peristiwa yang saling berhadapan, setiap bagian itu membentuk dan mencetak kehidupan dan emosi dari keluarga itu, terutama Cleo.
Saat mendengar nama Alfonso Cuarón tentu kita akan teringat GRAVITY dan berharap setidaknya kita akan menemukan sesuatu yang similar supaya kita menemukan sesuatu yang sama luar biasanya, namun ROMA adalah film yang totally berbeda. Ini adalah tipikal film festival, ini bersetting di awal tahun 70' an, ini bersetting di Mexico City, dan ini adalah film Monokrom, dan aktris utama kita bukanlah aktris dengan nama besar seperti Sandra Bullock, ia adalah orang yang berkali-kali berkata pada media, "I don't think I'm an actor".
Saat saya bilang bahwa film ini begitu detail, saya mengatakannya secara harafiah. Kegiatan Cleo dari mulai mengepel di pagi hari hingga mematikan setiap saklar lampu di malam hari benar-benar diperlihatkan. belum lagi kalau saya membahas mengenai properti yang digunakan. Mungkin saya tidak akan menganggap hal ini spesial jikalau setting dari film ini adalah pedesaan atau kota kecil, tapi ROMA bersetting di kota metropolitan. Bioskop retro, orang-orang di restoran, bahkan mobil yang berderet di sepanjang trotoar hingga peristiwa mengerikan Corpus Christi massacre ditampilkan dengan detail dan intens belum lagi kebanyakan scene merupakan serangkaian long take. Saya tidak habis pikir bagaimana Cuarón membuat film ini nampak exactly seperti film ini dirilis di tahun 1970. Saya seperti menonton kembali film-film Mexico yang saat kecil sering saya tonton. Kita juga bisa menonton cuplikan film MAROONED yang menjadi inspirasi dari film GRAVITY. Cuarón membuat film ini bergaya monokrom, hal ini memberikan keuntungan baginya jika ia ingin menambahkan efek tanpa terlihat itu adalah rekayasa. Dan itu adalah satu dari berbagai kecerdikannya.
Sungguh hal yang spesial menyaksikan karya hebat salah satu sutradara terhebat dalam sejarah. Itulah yang terjadi pada ROMA. ROMA adalah serangkaian kejadian yang epik sekaligus begitu intim dari suatu keluarga dan kita menyaksikan itu melalui penglihatan, pendengaran dan perasaan dari seorang pembantu rumah tangga. Momen demi momen terbangun dengan sempurna, dengan Cuarón secara teliti membuat setiap keping hingga detail untuk kemudian mengembang dan melahapmu seperti ombak. Ini mungkin terdengar berlebihan tapi bisa dibilang ini merupakan titik paling sempurna dari suatu penggarapan film dalam skala besar.
Cuarón mengatakan bahwa nyaris seluruh naskah dalam film ini berdasarkan dari masa kecilnya, terinspirasi dari perceraian orang tuanya, sehingga sangat jelas bahwa film ini begitu personal baginya, bagi seorang Alfonso Cuarón.
Hal lainnya yang patut kita apresiasi adalah Cuarón juga yang menangani Cinematografi di film ini – yang mana membuat saya terkagum-kagum sepanjang film berlangsung, apalagi gaya filmnya yang monokrom membuat setiap frame dari film ini bak lukisan yang bergerak. Cuarón benar-benar cerdas menentukan angle mana yang tidak hanya harus puitis dan simbolis tetapi juga harus indah.
Para aktor melakukan tugasnya dengan dengan baik, khusunya Marina de Tavira dan Yalitza Aparicio. Tentu saja standing applause layak diberikan pada Yalitza Aparicio di debut pertamanya ini. Sebenarnya saya kehabisan kata mendeskripsikan apa yang dilakukannya di film ini, seolah saya baru selesai menyaksikan pesulap mempermainkan sekaligus memukau saya. Cleo bukanlah bagian dari keluarga ini tetapi ia hadir dan merasakan jatuh bangunnya keluarga ini disaat ia juga sedang berjuang mengatasi persoalan pribadi dan batinnya, dan ia harus tetap menyimpannya di dalam hati, dan cara Apricio mendelivernya benar-benar gemilang sehingga bisa saja kita beranggapan kalau keseluruhan scene di ROMA bisa kita tangkap melalui dirinya seorang.
Tentu saja diakhir film kita tidak akan mau meninggalkan keluarga ini, karena secara tidak sadar kita telah jatuh cinta pada keluarga ini, kita telah menjadi saksi bagaimana keluarga ini mengalami keterpurukan dan diakhir film kita melihat mereka sedang berusaha membuka lembaran baru, begitupula dengan Cleo, dan kita ingin tau apakah mereka bisa melakukannya, dan apakah cinta mereka mampu membuat mereka mengatasi segala rintangan yang menanti mereka didepan. ROMA memberi kita kehangatan, tragedi, hingga pahitnya hidup lewat tangan dingin Alfonso Cuarón, dihantarkan dengan khidmat oleh Yalitza Aparicio. Begitulah ROMA, seperti judulnya yang singkat maka penilaian kita pun akan singkat pula; Afonso Cuarón telah membuat masterpeace.

Comments

Recent post